Surat Untuk Diriku di Masa Depan
Surat ini kutuliskan untuk diriku dimasa depan. Agar nanti aku
tidak lupa diri.
Hai diriku, selamat
untuk usia yang membawamu mengenal banyak hal. Jangan lupa tentang masa kecilmu
yang berlari-lari di pematang sawah dan mencari kayu bakar. Perlu kuingatkan
hal ini padamu, supaya kamu tidak menjadi angkuh.
Hai diriku, ketika
menulis surat ini aku sedang membayangkan diriku sedang berdiri di depan kelas,
membagi setiap hal yang bisa kubagi kepada mahasiswa-mahasiswa beruntung. Kau sendiri
paham, cita-citaku adalah menjadi seorang dosen. Aku tidak tau takdir seperti
apa yang disuratkan Tuhan padaku. Saat ini aku sedang bermimpi tentang itu.
Hai diriku, masa
kecilmu bahagia. Jadi jangan pernah sakiti orang lain. Semua cinta yang kau
dapatkan melalui celotehan ibu dan nasehat bapak, kuharap kau bagi untuk orang-orang
di sekitarmu. Semoga engkau bersedia rendah hati agar cinta selalu
mengelilingimu.
Hai diriku, apakah
saat ini kau sedang merindukan ibu dan bapak? Ketika surat ini kutulis, aku
sedang bersama mereka. Barusan aku baru saja memijit punggung ibu. Katanya
punggungnya sakit karena tiga hari ini memupuk jagung di ladang kita. Aku tidak
tau kau sedang apa ketika membaca surat ini kembali. Namun kupastikan kau
sedang merindukan mereka.
Hai diriku,
beberapa hari yang lalu bapak berpesan agar kelak anak-anaknya tidak lupa
berdoa dan bersyukur setiap waktu. Sudahkah kau ikuti nasehat bapak hari ini? Jika
tidak, maka ingat-ingat lagi pesan bapak yang lalu-lalu, ku harap kau mengharu
biru.
Hai diriku, kau
pasti sudah kenal betul karakter ibu. Ibu seorang yang sabar. Mengapa tidak
mencontoh sabar ibu? Mungkin saat kau membaca surat ini kembali, kau sedang
dalam keadaan putus asa. Ingatlah sosok ibu, semoga hatimu sekuat hati ibu.
Hai diriku, aku
sedikit bercerita tentang keadan saat ini. Kakak baru saja menikah. Adik masih
semester 5, ibu sedang tidur sangat nyenyak setelah kupijit, bapak sedang
menonton acara tinju di televisi. Tadi pagi kita berempat berkumpul di dapur
dan bercerita beberapa hal. Kau pasti rindu suasana hari ini kan? Namun waktu
tidak pernah berjalan mundur. Keadaan hari ini tidak akan pernah terulang
persis sama.
Hai diriku. Kuharap
nasib baiklah yang bersamamu. Seperti doa-doa bapak dan ibu setiap ulang tahun,
agar anaknya menjadi kebanggaan dan berguna bagi orang lain. Ketika membaca
surat ini kembali, ku harap kau kenang setiap masa-masa sulit yang telah kau
hadapi, agar semangatmu tidak pernah padam dibunuh jenuh.
Hai diriku, ketika
menulis surat ini, aku sedang tidak bisa tidur. Aku sedang memikirkan cara agar
bisa mendapat beasiswa LPDP untuk S2 di Yogyakarta. Kau sendiri tau, keuangan
keluarga kita sedang minus, bagaimana
mungkin kuharapkan uang ibu bapak untuk mengejar S2. Oleh karenanya aku sedang
berpikir keras untuk itu. Mungkin nanti, ketika membaca surat ini kau berucap
dalam hati. Ini diriku, dengan gelar master. Aku telah menaklukkan mimpiku.
Hai diriku, ini
surat pertama yang kubuat untukmu di masa depan. Jika tidak sibuk, akan
kulanjutkan menulis surat berikut untukmu. Sebagai pengingat agar kau tidak
menjadi sombong.
Liria Lase,
Pasar Usang
10 Agustus 2017
00.29 am
Komentar
Posting Komentar