Tuhan Tidak Menghukumku Kali Ini

Aku jarang sekali merasa sedih. Mungkin Tuhan memberikan aku hati yang tegar, karena Tuhan mempunyai rencana-rencana besar dalam hidupku. Ketika ayah meninggal, aku tidak merasakan sedih apapun. Saat itu usiaku masih sekitar 3 tahun kata ibu. Juga ketika ibu meninggal tepat di bulan kelahiranku 14 tahun yang lalu, aku juga tidak sesedih ini. Padahal waktu itu aku sudah berusia 14 tahun. Juga ketika aku dinyatakan tidak lulus Ujian Akhir SD, aku juga tidak sesedih ini. Rasanya kali ini hancur yang benar hancur aku rasakan. Kehidupan seperti tanpa arti, rasanya ingin aku mencair bersama air, mengalir, terpecah pecah dan terbawa kemana saja sesuka arus. Ku ingin seperti air saja. Aku menyesali semua kejadian yang menimpa hidupku, sejak kecil hingga saat ini usiaku 28 tahun. Rasanya hidup adalah hukuman.

Ayahku meninggal dunia ketika aku masih sangat kecil, bahkan untuk memanggil ayah saja masih terbata-bata saat itu. Aku tidak bisa menggambarkan bagaimana sosok ayah dalam hidupku. Ayah teman-temanku tidak pernah bisa ku pinjam, padahal aku pernah berharap untuk sekali saja meminjam ayah temanku. Agar aku merasakan bagaimana rasanya mempunyai seorang ayah.

Ibuku meninggal karena sakit biasa. Hanya sakit perut katanya, namun sore merenggut nyawa ibu, hingga aku kehilangan orang tua tepat diusia 14 tahun. Aku harus tinggal bersama seorang nenek. Nenek adalah orang tua dari ibuku. Diusiaku yang 14 tahun, aku harus menerima kenyataan lagi, aku dinyatakan tidak lulus Ujian Akhir SD. Nenek yang hanya seorang pemulung tidak mau tau dengan urusan sekolah. Apalagi ketika aku dinyatakan tidak lulus ujian. Jangankan menyambung ke SMP, untuk memperjuangkan ijazah paket C saja aku tidak bisa.

Baik, saat itu aku merasa baik baik saja. Aku tidak mempermasalahkan tanpa ijazah seumur hidupku, aku tidak masalah jika tidak menyambung ke SMP seperti teman-teman yang lain. Aku menikmati setiap pekerjaan yang diberikan padaku, dari menggembalakan sapi sampai menjadi tukang bangunan. Dan selama 5 tahun belakang ini aku dikenal sebagai tukang bangunan. Aku mengikuti mamak yang profesinya juga sebagai tukang bangunan.

Diusiaku yang telah 28 tahun, aku hanya mengenal satu wanita di dalam hidupku. Dia adalah temanku sejak masih berseragam putih merah. Aku bisa ikhlas atas kepergian ibu karena dia. Dia yang menguatkan aku hanya dengan kata-kata dan nasehat sok dewasanya saat itu. Aku juga mampu menerima kenyataan bahwa aku tidak lulus Ujian Akhir, karena kata-katanya yang bisa mensugesti aku agar tetap tersenyum apapun yang terjadi. Aku mengatakan bahwa tanpa dia dimasa-masa sulitku aku tak kan bisa bertahan sampai diusia ini.

Kematian nenek 2 tahun yang lalu, masih dia yang menjernihkan pikiranku. Aku merasa berhutang budi padanya. Aku berhutang hidup padanya. Hingga suatu malam aku berjanji akan membalas semua kebaikannya, aku akan membuat dia bahagia seumur hidupnya. Aku rasa usiaku sudah cukup untuk melakukan itu. Aku tidak tau kapan tepatnya aku mulai mencintainya, hanya saja beberapa waktu belakangan ini aku merasa sangat takut kehilangannya. Takut yang teramat takut, hingga aku mulai menyusun rencana untuk bertemu dengan kedua orang tuanya.

Dibalik itu, aku mulai melihat diriku yang seorang tukang bangunan. Setahun yang lalu dia baru saja di wisuda, dan saat ini dia sedang bekerja sebagai guru di salah satu sekolah Taman Kanak Kanak. Orang-orang mengenalnya sebagai wanita yang ramah, tidak sombong dan mau bergaul dengan siapa saja. Aku akui, dia mempunyai banyak sekali teman-teman yang bersama-sama dengannya. Dan beruntung rumah nenek berada tepat di sebelah rumahnya. Hal itu yang membuat kami sangat sering bertemu, bercerita. Bahkan dia mengajari aku banyak hal. Dia memperkenalkan aku dengan semua pelajaran-pelajarannya di sekolah dan perkuliahannya. Aku simpulkan bahwa dia adalah hidupku.

Hari ini adalah hari pertunangannya. Semua rencana-rencana yang telah kususun di kepala benar-benar hancur. Aku menyesal karena terlambat untuk menceritakan janjiku. Benar-benar menyesal. Aku merasa hidupku seperti tanpa rasa. Aku tak tau bagaimana lagi caraku bersikap kepadanya. Hidup seperti hukuman bagiku.

Aku tersadar, selama ini dia selalu mendengarkan ceritaku, kisahku, kesedihanku serta kebahagiaanku. Sedangkan dia tidak terlalu banyak bercerita tentang sedih dan bahagianya. Tentang masalah pribadi dia memang sedikit tertutup.

Ketika kutanya siapa laki laki beruntung yang menyanding wanita yang kucintai itu, aku terpukul, ternyata anak mamak ku sendiri yang menjadi calon masa depannya. Sebelumnya aku berniat untuk menceritakan isi hatiku pada nya, aku akan berjanji untuk membahagiakannya dengan semua mampuku, dengan harapan membatalkan pertunangannya, lalu menerimaku. Sangat mustahil rasanya. Namun ketika kuketahui ternyata sepupuku sendiri yang akan menjadi suaminya, aku harus mengurungkan niatku.

Mereka berdua memang cocok. Anak mamak ku seorang guru di salah satu SMK di kota. Dia selalu pulang setiap bulan, dan profesinya cukup di sanjung-sanjung oleh orang-orang di sekitar. Wajahnya elok dan dia terkenal baik.

Aku tidak tau bagaimana menepati janjiku. Bagaimana caranya membuat dia wanita yang kucintai bahagia seumur hidupnya. Aku kehilangan separuh hidup tepat di hari pertunangannya. Tak kulihat ada harapan, ini hukuman kesekian yang telah kuterima. Dan ini hukuman terberat yang kurasakan. Diam diam aku berdoa amat khusyuk kepada sang Maha Kuasa aku berdoa dengan tersedu sedu agar dia wanita yang kucintai menjadi pasanganku. Aku berjanji untuk memberikan kebahagiaan padanya, aku berjanji pada Tuhan dalam doa-doaku untuk memberikan kebahagiaan padanya. Berkali kali aku berjanji untuk memberikan senyum di sepanjang harinya. Aku berkata bahwa jika wujud Tuhan ada di depanku saat itu, aku akan berlutut di bawah telapak kakinya untuk memohon seperti seorang anak kecil. Sampai aku tidak sadar berapa lama aku berdoa dengan tersedu-sedu.

Ketika kubuka mata, yang kudapatkan adalah tubuh yang mengginggil, mata yang sembab dan kamar yang tertutup. Kulirik jam dinding tepat pukul 02.42 menit. Ah, ternyata ini mimpi. Tuhan menjawab doaku, aku masih punya waktu mendapatkan wanita yang kucintai.  Aku tidak tau apakah aku akan diterima oleh dia dan juga keluarganya. Namun aku percaya Tuhan tidak akan menghukumku kali ini.

Pasar Usang,
Juli 2017

Liria Lase

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu Anji - Bidadari Tak Bersayap

Doa dan Usaha Harus seimbang ya Dik!!

Aku Ingin Melihat Langit dari Kota yang Berbeda